BlogEducationTransformasi Konservasi Warisan Budaya Melalui BIM (Building Information Modeling)

Transformasi Konservasi Warisan Budaya Melalui BIM (Building Information Modeling)

Pengertian dan Manfaat BIM dalam Konservasi Warisan

BIM (Building Information Modeling) adalah proses yang melibatkan generasi dan pengelolaan representasi digital fisik dan fungsional dari tempat. Ini adalah teknologi yang sangat bermanfaat dalam konservasi warisan budaya karena memungkinkan perekaman akurat kondisi eksisting bangunan warisan.

BIM memiliki beberapa kelebihan utama dalam konservasi warisan budaya:

  • Akurasi tinggi – BIM memungkinkan pemodelan 3D yang sangat detail dan akurat dari situs warisan, memfasilitasi pemetaan kondisi aktual dan identifikasi masalah.
  • Efisiensi – Dengan model BIM, analisis struktural, perencanaan, dan monitoring pekerjaan konservasi dapat dilakukan secara digital, menghemat waktu dan biaya.
  • Kolaborasi – Berbagai disiplin ilmu seperti arkeolog, arsitek, dan insinyur dapat berkolaborasi melalui model BIM yang terintegrasi.
  • Dokumentasi – BIM memungkinkan dokumentasi digital yang komprehensif dari situs warisan untuk referensi masa depan.
  • Perencanaan – Simulasi dan analisis dampak dari rencana restorasi/konservasi dapat dilakukan melalui BIM sebelum implementasi proyek.

Dengan demikian, penerapan BIM dalam konservasi warisan budaya dapat meningkatkan akurasi, efisiensi, dan efektivitas upaya pelestarian budaya untuk generasi mendatang.

Sejarah dan Perkembangan BIM

Konsep BIM pertama kali diperkenalkan oleh Charles M. Eastman, seorang profesor di Georgia Institute of Technology, pada tahun 1970-an. Ide dasarnya adalah untuk menggunakan representasi digital bangunan fisik untuk meningkatkan desain, konstruksi, dan operasi fasilitas (How to use Bim Technology – Breon).

Teknologi BIM berkembang pesat pada 1980-an dan 1990-an, didorong oleh kemajuan komputasi grafis dan parametrik. Perangkat lunak BIM pertama yang dikomersialkan adalah ArchiCAD pada tahun 1987. Sejak itu, banyak perangkat lunak BIM telah dikembangkan oleh berbagai perusahaan (BIM technologies – New design options in architecture).

Penerapan BIM dalam proyek konstruksi skala besar dimulai pada tahun 2002 untuk bandara Internasional Hong Kong. Sejak itu, penggunaan BIM terus meningkat drastis di industri konstruksi global.

Tantangan Penerapan BIM

Penerapan BIM di sektor konstruksi dan konservasi warisan budaya memiliki sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan utama meliputi:

Kebutuhan investasi alat dan pelatihan

Penerapan BIM membutuhkan investasi yang cukup besar dalam hal perangkat keras dan perangkat lunak, serta pelatihan untuk para profesional agar memiliki keahlian dalam menggunakan teknologi ini. Biaya dan komitmen yang dibutuhkan kerap menjadi penghalang bagi banyak perusahaan dan lembaga konservasi untuk mengadopsi BIM.

Kurva pembelajaran yang curam

Walaupun ada pelatihan, tetap membutuhkan waktu bagi para profesional untuk benar-benar mahir dalam mengaplikasikan BIM pada pekerjaan sehari-hari mereka. Produktivitas mungkin menurun dalam tahap awal implementasi BIM. Kurva pembelajaran yang curam ini bisa menjadi frustrasi bagi banyak pihak.

Resistensi terhadap adopsi teknologi baru

Sebagian profesional enggan mengubah cara kerja mereka dan ragu akan manfaat nyata dari BIM. Mereka khawatir akan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan teknologi baru ini. Resistensi ini perlu diatasi melalui sosialisasi dan pelatihan yang memadai.

Baca juga: Revolusi Industri Kereta dengan Building Information Modeling (BIM)

Studi Kasus

Model 3D Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta oleh GeoBIM Indonesia
Model 3D Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta oleh GeoBIM Indonesia

Di Yogyakarta PT GeoBIM Indonesia dipercayai oleh Paniradya Kaistimewan untuk membuat model 3D Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan menggunakan BIM. Dengan model 3D ini pemerintah akan memiliki data arsip yang lebih lengkap dan memungkinkan pemerintah melakukan perencanaan restorasi dan pelestarian budaya di Yogyakarta. Selain itu, data ini juga dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempromosikan Yogyakarta sebagai destinasi wisata kelas internasional dalam bentuk VR ataupun AR.

Di Indonesia, salah satu lain contoh implementasi BIM pada proyek konservasi warisan adalah pada Museum Nasional. Menyusul kerusakan akibat gempa, Museum Nasional memanfaatkan teknologi BIM untuk mendokumentasikan kondisi eksisting bangunan dan merencanakan restorasi pasca gempa.

BIM memudahkan tim konservasi memodelkan kondisi masa lalu museum dan merencanakan restorasi dengan mengintegrasikan informasi dari berbagai disiplin seperti arsitektur, struktur, MEP, dan lainnya. Hasilnya, restorasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan anggaran dan sumber daya, serta meminimalkan dampak terhadap material asli bangunan.

Di luar negeri, salah satu contoh penerapan BIM adalah pada istana Alhambra di Spanyol. Penggunaan teknologi laser scanning memungkinkan perekaman detail tinggi istana ini, yang kemudian direkonstruksi menjadi model BIM 3D. Model tersebut sangat bermanfaat dalam analisis struktural istana dan perencanaan pelestariannya.

Kedua studi kasus ini menunjukkan bagaimana penerapan BIM memberikan informasi lengkap tentang kondisi bangunan warisan, sehingga upaya konservasi dapat dilakukan secara optimal dan terencana dengan baik. Dokumentasi digital melalui BIM juga akan sangat berharga untuk generasi masa depan.

Keunggulan BIM dalam Dokumentasi

BIM memungkinkan perekaman detail yang sangat akurat dari kondisi existing suatu bangunan warisan. Pemodelan 3D memfasilitasi pengumpulan data spasial dan visual secara komprehensif. Ini memungkinkan identifikasi kerusakan, retakan, dan area yang membutuhkan perhatian khusus dengan presisi yang jauh lebih tinggi dibanding metode konvensional.

Database digital yang dihasilkan dari proses dokumentasi BIM juga sangat berharga untuk penelitian dan analisis di masa depan. Seluruh detail geometri dan informasi material dapat disimpan dan diakses dengan mudah. Ini membuka peluang baru bagi para peneliti untuk mempelajari bangunan warisan tanpa harus selalu mengakses lokasi fisiknya.

Lebih jauh lagi, BIM memungkinkan simulasi dan prediksi yang akurat terkait dampak dari rencana restorasi dan pekerjaan perawatan. Perubahan pada model dapat dianalisis secara digital sebelum implementasi di lapangan. Ini secara signifikan meningkatkan akurasi pekerjaan perbaikan dan meminimalkan risiko kerusakan pada struktur asli.

Secara keseluruhan, penerapan BIM telah merevolusi proses dokumentasi bangunan warisan. Kemampuannya dalam menghasilkan database digital yang komprehensif dan akurat memberikan fondasi yang kokoh untuk upaya preservasi di masa depan.

Optimasi Perencanaan dan Monitoring

Salah satu keunggulan utama BIM dalam konservasi warisan adalah kemampuannya untuk mengoptimalkan perencanaan renovasi dan memfasilitasi pengawasan serta kontrol kualitas.

Dengan model 3D detail bangunan warisan, para perencana dapat dengan mudah mengidentifikasi area yang memerlukan intervensi dan merencanakan proses renovasi yang paling efisien. Model BIM memungkinkan simulasi berbagai skenario renovasi, sehingga dapat dipilih rencana terbaik yang meminimalkan pemborosan material dan potensi cost overrun.

Selain itu, integrasi data pada model BIM memudahkan tim proyek untuk memantau kemajuan pekerjaan dan melakukan quality control saat pelaksanaan di lapangan. Informasi tentang material, spesifikasi, dan jadwal pengerjaan tersedia secara real-time, sehingga penyimpangan dapat segera dideteksi dan dievaluasi.

Dengan demikian, penerapan BIM secara efektif mengoptimalkan perencanaan renovasi warisan budaya, serta memastikan pelaksanaan proyek sesuai rencana dan standar mutu.

Kolaborasi Antar Disiplin Ilmu

Salah satu keunggulan utama implementasi BIM dalam proyek konservasi warisan adalah memfasilitasi kolaborasi yang lebih baik antara berbagai disiplin ilmu yang terlibat. Model BIM memungkinkan para ahli warisan, arsitek, insinyur, dan profesional lainnya untuk bekerja dalam satu model virtual yang terintegrasi dari suatu situs atau bangunan bersejarah.

Hal ini sangat membantu dalam mengurangi silo informasi dan inkonsistensi data yang sering terjadi pada proyek konservasi konvensional. Dengan satu sumber kebenaran tunggal (single source of truth) dalam model BIM, semua anggota tim dapat mengakses dan memperbarui informasi yang sama secara real-time. Koordinasi menjadi jauh lebih mudah karena setiap perubahan yang dibuat oleh satu disiplin ilmu (misalnya modifikasi desain oleh arsitek) akan secara otomatis terintegrasi dan dapat dilihat oleh yang lainnya.

Produktivitas juga meningkat karena model BIM dapat diperbarui secara simultan oleh banyak pengguna, mengurangi waktu tunggu dan rework akibat kesalahan atau data yang tidak konsisten. Pada akhirnya, dengan BIM kita dapat memanfaatkan keahlian dari berbagai bidang ilmu untuk mencapai tujuan bersama dalam konservasi warisan secara lebih efisien dan kolaboratif.

Pelestarian untuk Generasi Mendatang

Salah satu manfaat utama dari penerapan BIM dalam konservasi warisan budaya adalah untuk tujuan pelestarian jangka panjang demi generasi mendatang. Model BIM memungkinkan perekaman detail arsitektur dan informasi historis dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi, melestarikan detail-detail penting yang mungkin luput dari mata telanjang.

Data digital dari model BIM juga berfungsi sebagai referensi abadi yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan edukasi di masa depan. Penggunaan teknologi virtual dan augmented reality memungkinkan interaksi dengan model BIM secara imersif, meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya kita di kalangan generasi muda. Dengan demikian, warisan budaya tidak hanya dilestarikan secara fisik, namun juga secara digital dan intelektual untuk dinikmati oleh generasi mendatang.

Tantangan dan Arah Pengembangan

Negara-negara berkembang memiliki tantangan khusus dalam adopsi BIM. Beberapa faktor utama adalah kurangnya infrastruktur TI, keterbatasan anggaran, dan minimnya kesadaran akan manfaat BIM. Selain itu, banyak pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi di negara berkembang masih belum terbiasa dengan proses kolaboratif yang diperlukan untuk implementasi BIM yang sukses.

Untuk mengatasi tantangan ini, pelatihan dan sertifikasi SDM perlu ditingkatkan agar tersedia talenta yang memiliki kemampuan BIM. Kerja sama erat antara industri, asosiasi profesi, dan institusi pendidikan sangat diperlukan agar program pelatihan sesuai dengan kebutuhan proyek nyata. Kesuksesan implementasi BIM juga bergantung pada kolaborasi yang baik antar berbagai disiplin ilmu seperti arsitek, insinyur, dan kontraktor. Standarisasi proses BIM baik secara nasional maupun international perlu terus didorong agar tercipta ekosistem yang kondusif bagi adopsi BIM di negara berkembang.

Baca juga: Memahami Level of Development (LOD) dalam Building Information Modeling (BIM)

Kesimpulan

BIM telah terbukti memberikan manfaat signifikan dalam konservasi warisan budaya. Teknologi ini memungkinkan dokumentasi digital yang akurat dan komprehensif tentang kondisi bangunan bersejarah. BIM juga memfasilitasi perencanaan restorasi dan pemeliharaan yang lebih efisien serta efektif.

Dengan kemajuan teknologi di masa depan, diharapkan penerapan BIM dalam konservasi warisan budaya dapat semakin optimal. Misalnya, integrasi dengan teknologi augmented reality dan virtual reality dapat meningkatkan akses publik terhadap informasi bangunan bersejarah yang terdokumentasi dalam model BIM. Pengembangan kecerdasan buatan juga berpotensi untuk otomatisasi analisis dan deteksi kerusakan pada struktur warisan.

Namun, teknologi semata tidak cukup. Pelestarian warisan budaya memerlukan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak dan disiplin ilmu, serta tanggung jawab bersama untuk menghargai sejarah. Dengan semangat itu, kita dapat memastikan warisan yang tak ternilai ini tetap lestari untuk dinikmati oleh generasi mendatang.

Referensi:

Aftab, U. et al. (2023) ‘Obstructions in BIM implementation for developing countries—a mini-review’, ICAME 2023 [Preprint]. doi:10.3390/engproc2023045026.

Angelini, M.G. et al. (2017) ‘Scan to BIM for 3D reconstruction of the Papal Basilica of Saint Francis in Assisi in Italy’, The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XLII-5/W1, pp. 47–54. doi:10.5194/isprs-archives-xlii-5-w1-47-2017.

Engineers, T.B. (2023) Bim in heritage sites: Preserving the past with Advanced Technology, LinkedIn. Available at: https://www.linkedin.com/pulse/bim-heritage-sites-preserving-past-advanced-technology/ (Accessed: 20 February 2024).

Moyano, J. et al. (2020) ‘Bringing bim to archaeological heritage: Interdisciplinary method/strategy and accuracy applied to a megalithic monument of the Copper Age’, Journal of Cultural Heritage, 45, pp. 303–314. doi:10.1016/j.culher.2020.03.010.

Novatr (no date) The 6 challenges of implementing BIM faced by the AEC Industry, Novatr. Available at: https://www.novatr.com/blog/challenges-of-implementing-bim (Accessed: 20 February 2024).

Oostwegel, L.J. et al. (2022) ‘Digitalization of culturally significant buildings: Ensuring high-quality data exchanges in the heritage domain using OpenBIM’, Heritage Science, 10(1). doi:10.1186/s40494-021-00640-y.

Pocobelli, D.P. et al. (2018) ‘Bim for heritage science: A Review’, Heritage Science, 6(1). doi:10.1186/s40494-018-0191-4.

Semenyuk, O.N., Dyisebayev, U.D. and Semenyuk, V.S. (2023) ‘BIM Technologies – new design options in architecture’, Smart Geotechnics for Smart Societies, pp. 2300–2309. doi:10.1201/9781003299127-355.

Suhari, K.T. et al. (2024) Exploring BIM-based queries for Retrieving Cultural Heritage Semantic Data [Preprint]. doi:10.21203/rs.3.rs-3812967/v1.